Kamis, Juni 25, 2009

fenomena latah... (Indonesia negara paling latah)

e..e... copot-copot...

...itulah (mungkin) kata-kata yang selalu meluncur tiap kali kita menjumpai orang yang latah.
Kadang kita tersenyum geli dan menertawakan, walau sebenarnya bagi yang bersangkutan hal itu sungguh amat memalukan. Bagaimana tidak ? umumnya kata (kata-kata) yang diucapkan selalu berbau porno, atau mengikuti gerakan seseorang tanpa mereka sadari. Kadang kita temui di tempat-tempat umum, ada seseorang yang kalau kaget (dan ini bisa berulang-ulang), selalu mengucapkan kata-kata atau gerakan2 yang menjadikan mereka secara "refleks" mengikuti gerakan atau ucapan. Dan kadang-kadang kata-kata yang diucapkan selalu berbau (kurang enak didengar).

Secara umum,latah diartikan kondisi yang muncul ketika obyek dikagetkan sehingga kehilangan kontrol dalam tingkah laku, ucapan, maupun mengikuti perintah yang diberikan. Saya tidak pernah mendapatkan penjelasan secara komprehensif tentang latah. Ada yang mengatakan bahwa umumnya penderita latah ada hubungannya dengan traumatic masa silam. Ada juga yang bilang bahwa alam pikiran seseorang tentang sesuatu kadang terjebak dalam ruang bawah sadarnya, yang bisa dengan liarnya terlontar jika ada pemicu. Bahkan sudah menjadikannya culture atau budaya.

"Kita" tetap saja belum atau tidak menemukan jawaban yang memuaskan, kenapa mesti harus kata-kata kotor yang diucapkan. Mengapa bukan nama bunga, atau nama makanan. Kenapa orang yang tadinya tidak latah, bisa menjadi ikut ikutan latah baik secara tidak sadar atau karena memang di program oleh lingkungan dan teman temannya. Penderita latah pastinya tersiksa, karena mereka ingin mencoba untuk berbuat benar. Karena biasanya seseorang yang ketahuan sudah latah, kebanyakan oleh teman-temannya justru dijadikan "objek" ledekan. Apalagi kalau kejadiannya ditempat-tempat umum, bisa bisa dijadikan bahan tertawaan. Kaget ditertawakan pengunjung yang lain. Misal ketika kita berada diwarung penjual soto dog (bukan anjing lho) dan penjualnya menggebrak gebrak botol kecapnya dimeja. Apa jadinya kalau si pelatah ini dengar?
Proses kerja latah ini bahkan membentuk suatu pola berpikir yang berkaitan dengan apa yang menjadi pemicunya.

Yang lebih mengherankan kenapa gejala ini hanya terdapat di masyarakat Indonesia. Apakah ini ada hubungannya dengan pola perilaku bangsa kita yang memang latah, tidak percaya diri dan suka ikut ikutan budaya luar atau sebuah trend. Apalagi di dunia show biz, seni dan film sebagai penyumbang ‘ tingkat kelatahan ‘ paling besar, sedikit banyak sudah tercermin dalam hasil karya film dan sinetron. Satu buat film layar lebar, yang lain ikut ikutan buat film, walau hasilnya amburadul dan cuma bertahan sehari di bioskop. Yang satu buat film horror semuanya latah ikut membuat film horror. Satu sukses memakai bintang film ini,yang lain ikut latah memajang pemain ini . Satu menyadur (menjiplak) sinetron Korea/Taiwan/Jepang, dengan bangga yang lain juga latah membuat sinetron jiplakan dari negeri itu.

Justru yang menciptakan kelatahan yang bersifat nasional, kebanyakan memang dari dunia hiburan (entertainment). Apalagi secara nasional pula dunia pertelevisian kita menyiarkan acara-acara yang jelas-jelas menyadur dari luar. Dan mereka bangga punya acara yang ratingnya tinggi, ya jelas senanglah acaranya bisa di tonton oleh ratusan juta penonton Indonesia.

...setelah mengamati dan mengomentari dunia entertainment, ternyata berimbas juga pada dunia olah raga. Dan ini terjadi hampir tiap gelaran olah raga di Indonesia, salah satunya adalah olah raga bola basket. Di tiap-tiap event IBL - Indonesian Basketball League pasti musik yang diperdengarkan hampir sama dengan yang diperdengarkan dinegara asalnya (Amerika Serikat). Karena sekedar ingin ikut-ikutan, maka gelaran olah raga yang lain juga ingin tampil seperti IBL. Seperti yang kemarin baru berlangsung di Istora Senayan Jakarta, dimana baru-baru ini berlangsung Indonesia Open. Karena olah raga bulutangkis yang sudah pasti mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional, maka gelaran Indonesia Open ini juga diikuti oleh pemain-pemain luar. Sekali tiga uang, apa yang terjadi di IBL nyaris sama di bulu tangkis Indonesia Open. Lagu-lagu yang diperdengarkan tidak beda jauh dengan IBL. Justru lagu-lagu "barat" kayak The Final Countdown-Europe dan Reach-Gloria Estefan. Kenapa sih Indonesia tidak mencontoh negara China ? yang dengan bangga mengalunklan lagu-lagu (irama) etnik China, setiap kali ada gelaran olah raga dinegaranya....
Dan yang bikin tambah malu (kayaknya) Indonesia kalah disemua sektor.

Jadi sekali lagi, siapa yang bisa menjelaskan fenomena latah ini ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar